Setiap panen raya padi, sangat banyak jerami sisa panen, sampai menggunung dan teronggok di berbagai tempat seolah-olah tidak ada artinya sama sekali. Hanya sebagaian kecil yang memanfaatkannya, padahal banyak manfaat yang dapat diperoleh dari jeramai, tetapi sangat disayangkan para petani di Indonesia tak pernah peduli dengan jerami, jerami dianggap barang yang tak berarti sehingga selalu disia-siakan. Mereka lebih sering membakar jerami. Padahal dengan adanya pembakaran sama artinya membuang unsur hara (Nitrogen) ke udara, di samping itu karbon (arang) hasil pembakaran jerami juga kurang baik untuk kesuburan tanah.
Sebenarnya jerami dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal yang dapat menambah penghasilan para petani untuk meningkatkan taraf hidup petani yang pada umumnya berada pada level menengah ke bawah. Jerami dapat dimanfaatkan untuk hal-hal berikut:
1. Pembuatan kompos
Jerami memiliki kandungan nitrogen yang cukup tinggi sehingga sangat baik jika dibuat kompos. Pembuatan kompos jerami tidaklah sulit, cukup dengan cara ditumpuk, kemudian diberi cairan bioaktifator pengompos, dan ditutupi sehingga terlindungi cahaya matahari. Kompos ini dapat digunakan kembali untuk memupuk sawah sehingga akan menghemat penggunaan pupuk sintetis yang harganya semakin mahal.
Berikut ini hasil analisa kompos jerami padi yang dibuat dengan promi dengan waktu pengomposan 3 minggu:
Dari data di atas, per ton kompos jerami padi memiliki kandungan hara setara dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl atau total 136,27 kg NPK .
Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami kurang lebih adalah 1,4 kali dari hasil panennya. Jadi kalau panennya (GKG) sekitar 6 ton per ha, jeraminya tinggal dikali dengan 1,4 yaitu 8,4 ton jerami per ha. Jika jerami ini dibuat kompos dan rendemen komposnya adalah 60%, maka dalam satu ha sawah dapat dihasilkan 5,04 ton kompos jerami padi.
Berarti dalam satu ha sawah akan menghasilkan 208,15 kg urea, 29,23 kg SP36, 449,42 KCl atau total 686,80 NPK dari kompos jerami padinya. Sebenarnya informasi ini bisa membuat lega untuk para petani padi kita karena mereka bisa menanam padi tanpa takut harga urea mahal. Yach…. menanam padi tanpa perlu menggunakan pupuk kimia yang menjadi impian semua petani.
2. Media Ternak Belut
Belut merupaka salah satu komoditas yang harganya cukup mahal dan sampai sekarang permintaan pasar ekspor berlum pernah dapat tercukupi. Pemeliharaan belut menggunakan media yang salah satu unsurnya yaitu jerami.
3. Pakan ternak
Jerami dapat dijadikan bahan untuk pakan ternak terutama ternak sapi dan kerbau, dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat digunakan untuk stok pakan di waktu kemarau panjang.
4. Media budidaya jamur merang
Jerami dapat juga dijadikan sebagai media untuk budidaya jamur merang yang nilai ekonomisnya jauh lebih besar daripada padi itu sendiri. Di Karawang Jawa Barat ada salah satu usahawan jamur merang yang sangat berhasil, yaitu Ir. Misa Suwarsa, MSc. Pak Misa, begitu ia biasa dipanggil, merupakan satu-satunya ahli jamur merang di Indonesia. Bahkan ia sukses mendidik dan melatih orang yang ingin menjadi petani seperti dirinya.
Menjadi petani jamur merang sebenarnya bukan cita-cita Misa Suwarsa, meski ia anak petani di Depok, Jawa Barat. Kesadaran ini justru muncul saat ia telah mapan sebagai dosen di almamaternya, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB). "Saya terkesan saat ngobrol dengan seorang profesor dari satu negara di Eropa yang saat itu menjadi dosen tamu di ITB," ungkapnya.
Profesor itu menyatakan prihatin melihat petani Indonesia yang nasibnya sangat malang karena tidak bisa memanfaatkan potensi yang ada di sekelilingnya. Seandainya mereka bisa memanfaatkan jerami, kehidupan ekonominya pasti akan lain. "Jerami dibakar begitu saja. Padahal sisa abunya justru merusak kesuburan tanah karena mengandung karbon," ungkap Misa menirukan professor itu.
Sebaliknya, jerami bisa dimanfaatkan sebagai media pembudidayaan jamur merang. Secara ekonomis, nilai jual jamur merang enam kali lipat dari nilai padi. Sementara peluang pasarnya sangat besar, terutama China dan Jepang, juga negara-negara Eropa. "Seharusnya ada seorang ahli yang mau membimbing para petani itu agar bisa hidup sejahtera," katanya.
Mendengar ucapan itu, Misa tersentak lalu teringat orang tuanya sendiri yang kesulitan menghidupi anak-anaknya. "Hati saya bergolak antara tetap sebagai dosen atau terjun langsung membimbing petani. Akhirnya saya memutuskan keluar sebagai dosen ITB," kata Misa mengenang peristiwa 15 tahun lalu itu.
Rupanya keputusan itu tidak direstui orang tua. Tapi Misa yang kala itu masih bujangan, tetap nekad dan malah pergi ke Karawang. "Saya hanya mendengar kalau Karawang itu lumbung padi. Maka saya pergi ke sini, meski tidak punya bekal dan tidak punya saudara," ungkapnya.
Di Karawang, Misa langsung menuju sekelompok petani di sawah dan mengungkapkan keinginannya untuk membuat jamur merang. Namun ia justru ditertawakan karena sudah banyak usaha jamur merang yang gulung tikar. Hal ini tidak membuat niat Misa surut. Ia tetap minta agar dikenalkan dengan pengusaha jamur merang yang bangkrut itu.
Lantas kepada pengusaha tersebut, Misa menawarkan kerja sama, tapi ditolak karena sang pengusaha kapok membudidayakan jamur merang. Maka kemudian ia menyewa tiga tubung milik pengusaha itu. Di luar dugaan, ternyata tiga tubung itu membuka babak babak baru dalam hidupnya. Hanya dalam tempo sebulan, Misa bisa secara terus menerus memanen jamur merang dan menjualnya sendiri ke pasar. Tak ayal, ia langsung melunasi utangnya termasuk bunga yang digunakan untuk proses produksinya.
Sebelum masa sewa selama setahun habis, Misa sudah mampu membeli lahan di Kampung Mekarjati untuk membangun tiga tubung sendiri. Kini ia memiliki delapan tubung yang setiap tubungnya rata-rata menghasilkan 1.500 kg jamur merang setiap bulan.
"Para pedagang datang sendiri ke sini dengan membeli antara Rp 7.500 hingga Rp 10.000 per kg. Restoran di Jakarta juga ada yang pesan langsung dari sini dengan kualitas yang paling baik. Kami kewalahan melayani permintaan mereka," ucapnya.
Misa juga mengaku ada permintaan untuk mengekspor jamur merang, tapi belum bisa dilaksanakan karena permintaan dalam negeri saja belum bisa dipenuhi.
Bahkan ada sebuah bank asing yang cukup bonafit menawarkan bantuan finansial agar Misa bisa memproduksi besar-besaran untuk ekspor. "Saya menolak karena misi saya bukan seperti itu," tegasnya.
Dari uraian di atas, rasanya sangat disayangkan jika petani masih terus-menerus menyia-nyiakan jerami. Semestinya mereka harus kreatif memanfaatkan jerami untuk berbagai hal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan para petani di Indonesia.
© 2018-2024 | Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura Kelapa Gading | Privacy Policy